Saturday, August 9, 2008

JUST DO IT

JUST DO IT

Terdapatlah sebuah keluarga. Keluarga tersebut dapat dikelompokkan golongan menengah atas. Terdiri atas empat anggota keluarga yang masing-masing terdiri dari ayah, ibu, dan masing-masing seorang anak laki-laki dan perempuan.

Sang ayah bernama Bento. Sang ibu bernama Mona –walau aslinya adalah Maimunah. Anak yang paling besar adalah yang perempuan dengan nama yang indah yaitu Indah. Si bungsu adalah anak lelaki yang gemar olahraga bernama Taufik Hidayat.

Keluarga tersebut adalah keluarga Sukarto. Walau mereka bukan keluarga yang terlalu kaya, dapat dikatakan kehidupan mereka tidak kekurangan sedikitpun secara materi. Rumah cukup besar di daerah elit menjadi bukti nyata yang mereka tinggali. Dua buah mobil dengan warna yang selalu kinclong menjadi pelengkap persyaratan cap kelas menengah atas mereka.

Bento sang ayah bekerja sebagai kepala bagian di suatu kantor milik pemerintah. Tempatnya bekerja itulah yang memberikannya banyak peluang untuk mengais rezeki yang bermanfaat untuk menciptakan dan memperkokoh status keluarganya yang menengah atas tersebut.

Akan tetapi bukan gaji yang diterimanya yang membuatnya mapan. Bento ternyata sangat jeli dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Peluang-peluang tersebut antara lain : sogokan sana-sini, dan sesekali mungkin saja mengambil sedikit kelebihan anggaran yang ‘tidak terpakai’. Dia bersikeras kalau itu bukanlah korupsi. Bahkan tidak dapat disebut kesalahan apalagi dosa. Malah dia selalu beranggapan dia telah berbuat benar karena dana yang tersisa tersebut akan mubazir bila dibiarkan, oleh karena itu dia berinisiatif mengambilnya untuk dimanfaatkan ke hal-hal yang lebih baik. Lebih baik bagi dirinya dan keluarganya.

Itulah Bento. Sang ayah yang dengan penuh tanggung-jawab memantapkan posisi keluarganya di dalam masyarakat. Keluarga Sukarto selalu hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan, yang antara lain didukung oleh materi yang mereka miliki. Sampai suatu saat, dukungan materi tersebut tidak lagi berpihak.

Bagai petir di siang bolong. Bento di berhentikan secara tidak hormat dari pekerjaannya sebagai abdi Negara. Seluruh asset kekayaannya ditarik. Uang pensiunnya dibatalkan. Seluruh rekening atas namanya dibekukan dan disita. Walhasil, keluarga Sukarto terusir dari rumahnya dan tanpa pernah terpikir sebelumnya, keluarga Sukarto dengan segera mengalami hal yang sangat luar biasa, turun kelas…

Hal ini terjadi tidak lain karena gerakan politik yang memang sedang in saat ini. Pemberantasan korupsi! Entah bagaimana, Bento dapat disebut beruntung karena tidak dijebloskan ke penjara. Entah bagaimana Tuhan mungkin masih memberinya kesempatan untuk hidup dengan pikiran yang lebih lurus.

“ Udahlah Pi (papi) , Mami kan masih ada sedikit tabungan. Kita ngontrak dulu aja rumah yang murah-murah.” Kata Mona sang istri.

“ Atau enggak kita numpang aja dulu di rumah tante Mince” timpal Indah.

“ Tante Mince? Dia kan udah empet ama kita. Gara-gara kita tagihin utangnya waktu itu. Papi sih, udah tau si tante Mince lagi belom ada duitnya waktu itu, ngotot ditagih” kata Taufik Hidayat menambahkan.

“ Iya. Tau deh Papi. Semua salah Papi. Sekarang gimana nih. Kita mau kemana? “ Bento yang dari tadi hanya tertunduk lesu di bangku warteg akhirnya bersuara.

“ Pak, udah pada selese belom makannya?” Tanya tukang warteg.

“ Kenapa mas? Udah mau tutup ya? Ya udah deh berapa semua? “ kata Bento.

Sesaat setelah membayar warteg, keluarga Sukarto melangkahkan kaki mereka dengan diselimuti kegelapan malam tanpa tujuan yang jelas. Bento tiba-tiba mengoceh dan memelas tentang hidupnya yang menjadi hancur seketika itu. Keluarganya hanya mendengarkan tanpa mengeluarkan komentar.

Setelah itu Bento berhenti sebentar dan menghampiri mobil box yang sedang diparkir di pinggir jalan yang kebetulan sedang sepi itu. Rupanya Bento sedang kebelet. Tanpa ragu Bento berdiri tepat di belakang mobil box itu dan membuang hajat kecil yang sedari tadi sudah ditahannya. Keluarganya dengan sabar menunggu di trotoar tidak begitu jauh dari tempatnya berada.

Selagi asyik melancarkan urusannya, tiba-tiba saja mobil box tersebut menyalakan mesinnya. Dan tanpa disangka-sangka mobil box itu memasang gigi mundur dan tanpa sedikitpun menyadari keberadaan Bento yang belum menyelesaikan hajatannya, mobil tersebut mundur dengan lumayan kencang agar dapat keluar dari posisi parkirnya untuk kemudian maju dan meninggalkan Bento yang sekarang sudah terkapar tidak sadarkan diri di atas aspal dan dialiri air kencingnya sendiri. Sayup-sayup Bento mendengar teriakan histeris keluarganya.

Ketika Bento akhirnya sadar, dia mendapati dirinya berada di tempat tidur di sebuah rumah sakit. Dia melihat keluarganya sedang duduk mengelilinginya.

“ Dimana nih? “ begitulah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya.

“ Di rumah sakit. Papi lumyan parah ketabrak.” Jawab sang istri.

“ Oh! Iya! Papi ketabrak ya?” kata Bento seolah baru mengingat.

“ Hah?? Ini di rumah sakitkan? Be..berapa Mi, biayanya?” Bento langsung dapat memahami bahwa karena dia dirawat berarti membutuhkan biaya pengobatan.

“ Ehh…du…dua juta…” jawab istrinya dengan sedikit ragu-ragu.

Bentopun kembali pingsan.

Setelah berhasil dibangunkan kembali oleh keluarganya, Bento segera memikirkan langkah-langkah penghematan.

“ Udah kalo gitu. Itu asuransi-asuransian ditutup aja udah. Orang kita juga udah gak mampu lagi ngebayar iurannya. Ya mi, besok langsung ke kantor asuransi.” Kata Bento memberi pengarahan pada sang istri.

“ Udah deh Pi. Biar Taufik cari kerja aja kalo gitu.” Taufik Hidayat mecoba menunjukkan dedikasi untuk menolong keadaan keluarganya.

“ Eh..eh enggak usah deh. Udah kamu kuliah aja selesein dulu. Nanti jadi berantakan lagi malah kuliahnya.” Kata sang ibu.

“ Iya. udah kamu tenang aja.soal duit. Nanti Papi aja yang cari kerjaan.” Timpal sang ayah.

“ Tenang aja semuanya. Indah cari om-om kaya aja buat dikawinin, jadi kita selamat semuanya.” Kata Indah sekarang dengan mantap.

“ Udahlah kamu pada gak usah terlalu emosi gitu. Udah pada kuliah dulu selesein. Masih ada sisa duit tabungan kok. Asal kita hemat abis-abisan.” Kata sang ibu lagi.

*****

Keesokannya Mona sang ibu pergi ke kantor asuransi.

“ Mbak, saya mau nutup asuransi saya.”

“ Ibu mau nutup asuransinya?” kata pegawai asuransi yang menerima tante Mona dengan agak heran sambil melihat data jenis asuransi yang dibeli oleh Mona dan keluarganya tersebut.

“ Iya.” jawab Mona singkat.

“ Baik bu. Tunggu sebentar ya.” Pegawai tersebut langsung mengecek-ngecek data di computer.

Sambil menunggu data-datanya di cek, Mona melihat-lihat informasi-informasi di dinding kantor tersebut yang menerangkan asuransi dan besaran uang yang diterima bila memang terjadi sesuatu.

KECELAKAAN : Rp. 10.000.000,00

Seketika saja Mona terbelalak melihat info tersebut. Dengan secepat kilat dirinya bagai baru di sadarkan oleh info tersebut bahwa apa yang sedang dilakukannya sekarang mungkin adalah kesalahan terbesar yang mungkin akan dilakukan seumur hidupnya.

“ Eh, emh..mbak..mbak. Coba liat bentar deh data-data yang saya kasih.” Pegawai tersebut memberi kembali dokumen-dokumen yang tadi diberikan oleh Mona.

“ Eh ini mbak. Saya salah. Maksud saya, saya mau perpanjang, bukannya batalin. Hahaha…” jawab Mona salah tingkah.

Pegawai tersebut hanya kebingungan selama beberapa saat dan tidak menanyakan lagi keanehan Mona.

Kemudian pada hari itu Mona sibuk mengurus segala sesuatu tentang pencairan dana asuransi bagi suaminya tercinta.

“ Nih, pi! Hihihi liat nih! Kita dapet duit!” Mona bercerita sambil kegirangan pada suaminya di rumah sakit.

Bento yang pada awalnya bingung pada asal-muasal uang yang di dapat istrinya, pada akhirnya ikut dilanda kebahagiaan setelah mengetahui perkara asuransi yang ternyata membawa berkah bagi mereka.

Setelah mengobrol panjang lebar dengan istrinya tiba-tiba Bento mendapatkan ide.

“ Wah mi. tau gak artinya ini?”

“ Apaan pi artinya?” jawab sang istri bingung dengan sikap tiba-tiba sang suami.

“ Kita gak perlu bingung lagi!” sang istri masih terdiam belum mengerti perkataan sang suami.

“ Ini kayak semacam undian. Tapi bedanya, ini lebih baik dari undian. Karena kalo undian, kita Cuma kemungkinan dapetnya sekali seumur hidup, malah bisa sama sekali gak dapet. Tapi kalo ini..hehe..hahahaha…” Bento tiba-tiba terlihat menjadi gila.

“ Pi. Apaan sih maksudnya? Mami masih gak ngerti.”

“ Kita bisa dapet duit dari asuransi mi!”

“ Ya tapi kan kalo cedera pi baru dikasih duitnya.”

Bento membalas perkataan istrinya dengan senyuman.

“ Ma…maksud papi?” istrinya mulai mengerti apa yang ada di pikiran suaminya.

“ Iya. Papi kan bisa cedera lagi. Bahkan bisa berkali-kali. Makanya papi bilang ini lebih baik dari undian. Kita selamat Mi !!!”

*****

Di rumah kontrakan keluarga Sukarto yang baru, mereka mengadakan rapat keluarga. Bento yang sudah keluar dari rumah sakit menjelaskan panjang lebar perihal ide gemilang temuan sang istri dan dirinya pada dua anak mereka, Indah dan Taufik Hidayat. Kedua anak itu terbengong-bengong mendengarkan ide gila ayah mereka.

Akan tetapi sang ayah kemudian memberi mereka data dan fakta yang berisi segala informasi yang memungkinkan bahwa uang dari asuransi dapat menyelamatkan mereka. Bahkan tidak hanya menyelamatkan, tetapi dapat membuat mereka kembali pada status mereka sebelumnya, kembali ke kelas menengah atas…

Tanpa berlama-lama, keluarga itu menunjukkan kekuatan solid mereka sebagai satu keluarga yang kompak. Pemikiran mereka benar-benar sama-sama menyetujui dan meyakini ide gila tersebut sebagai peluang yang memang disediakan untuk diambil oleh mereka.

Maka pada malam hari, mereka segera memutuskan untuk mencederai sang ayah. Tentu saja karena sang ayah sendiri yang menuntut agar dirinyalah yang harus cedera disebabkan pemikiran bahwa dialah yang harus memikul tanggung-jawab keluarga.

“ Cepet Fik. Satu jari hilang jumlahnya 15 juta.” Kata Bento yang telah menyiapkan tangannya di atas meja.

“ Pi..gak mau pi…huhu…taupik gak bisa pih…” kata taufik hidayat menangis memelas karena tidak tega memotong jari ayahnya sendiri, walaupun sang ayah yang memaksanya. Sang istri dan anak perempuannya Indah juga menangis di belakangnya.

“ Udah, cepet! Mami! Ambil pisau dapur, cepet Mi!!” teriak Bento cengan tegas.

Mona dengan berat hati memberi pisau dapur yang diambilnya dari dapur pada sang anak, Taufik Hidayat menerimanya dengan air mata yang makin membanjiri mukanya.

“ Cepattt!!! Taufik!!!” teriak sang ayah.

“ Iyaaaaa pi!!!!!!!! AHHHHH!!!!!” Taufik Hidayat mengacungkan pisau itu tinggi-tinggi. Tapi kemudian ternyata dia meletakkan kembali pisau itu dan menangis.

“ Huhuhu…gak bisa pi…maaf pi…”iba Taufik Hidayat.

“ Nak, ini satu-satunya cara kita.” Bento meyakinkan anaknya dengan bijak.

Selama beberapa saat Taufik Hidayat terdiam. Kemudian dia pergi ke kamar dan ketika dia kembali dia membawa sebuah kapak besar di tangannya. Keluarganya diam terbelalak melihatnya. Terutama Bento.

“ Baik pi. Kalo kita emang harus ngelakuin. Kita harus ngelakuinnya dengan cara cepat.” Sekarang terlihat keyakinan pada muka Taufik Hidayat.

“ Ayo pi. Taro tangannya di meja.” Kata Taufik lagi.

“ I..iya..nak..” jawab sang ayah sekarang malah menjadi agak ngeri.

Dengan sedikit gemetar Bento meletakkan tangannya kembali ke atas meja.

“ PAPII…MAAFIN TAUFIKK!!!!!”teriak Taufik sambil mengayunkan kapaknya.

AAAHHHHHHH!!!!!!

BRAKKKKK!!!!

Semua yang ada di ruangan itu berteriak. Ketika mereka melihat hasil pekerjaan Taufik, mereka mencoba melihatnya dengan takut-takut.

Bento mengangkat tangan yang salah satu jarinya seharusnya putus tersebut. Ternyata jari-jarinya masih lengkap.

“ I..iya..ya. kayaknya kita musti cari cara yang gak seseram ini ya…?” kata Bento dengan gemetaran karena masih shock. Ternyata Bento menarik jarinya pada saat-saat akhir kapak diayunkan. Semua yang ada disitu akhirnya bernapas lega.

Keluarga Sukarto mencari cara lain untuk cedera. Dan mereka menemukannya. Kecelakaan mobil.

Bahkan bukan hanya Bento yang cedera. Satu keluarga Sukarto mengalaminya. Walau kecelakaan itu sebetulnya tidak direncanakan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa kecelakaan tersebut adalah keberuntungan yang tidak diduga sebelumnya.

Mengapa disebut keberuntungan? Hal tersebut mungkin terjadi karena mobil yang mereka kendarai adalah mobil bekas yang dibeli dengan sangat murah serta diperbolehkan untuk dibayar dengan menyicil. Ketika mereka baru saja mengambil mobil tersebut untuk mereka bawa pulang, di tengah perjalanan tanpa ada tanda-tanda apapun, mereka ditabrak oleh truk yang dibawa oleh supir yang mabuk.

Keberuntungan mereka tidak hanya itu. Selain mereka akhirnya cedera, mereka juga mendapatkan cedera yang sangat sesuai dengan harapan mereka. Keluarga Sukarto luka parah! Sungguh beruntung nasib keluarga Sukarto.

Hasil dari kecelakaan yang mereka alami adalah 100 juta rupiah! Hasil itu adalah gabungan dari uang asuransi masing-masing individu yang terluka.

Semenjak saat itu keluarga Sukarto makin memantapkan keyakinan mereka bahwa uang dari asuransi adalah pekerjaan tetap mereka. Keluarga Sukarto semakin mantap dan terus memperdalam pengetahuan mereka tentang segala seluk beluk asuransi. Merekapun makin mahir dalam mencederai diri.

Karena pekerjaan mereka yang dilakukan dengan makin professional dari waktu ke waktu itu, keluarga Sukarto terus menambah pundit-pundi harta mereka. Puncaknya adalah mereka membeli rumah yang bahkan lebih besar dari rumah mereka dahulu. Keluarga Sukarto telah menjelma menjadi pengusaha paling sukses dalam bidang asuransi. Tentu saja bukan sebagai penjual produk asuransi, akan tetapi sebagai pembeli produk asuransi. Mungkin baru keluarga Sukarto yang dapat sukses dengan cara menjadi konsumen. Hebat.

Waktu berlalu. Keluarga Sukarto memiliki filosofi baru yang mereka pegang teguh bersama. Seperti slogan merk Nike. Bahkan memang mereka meminjam slogan Nike tersebut untuk memotivasi perbuatan mereka, terutama di saat mereka sengaja mencederai diri mereka. Just Do It…lakukan saja, jangan ada keraguan.

Keluarga Sukarto benar-benar nekat melakukan apa saja agar dapat cedera. Beberapa contoh di antaranya, Taufik Hidayat pernah suatu waktu sengaja mencegat truk penuh tentara dan menghina mereka dengan mengatakan bahwa tentara-tentara itu semuanya bau. Tentu saja sekitar 30 tentara yang terdapat di truk tersebut turun dan memukuli habis-habisan Taufik Hidayat sampai babak belur. Semua tentara itu dibuat bingung dengan senyum di wajah Taufik sesaat sebelum dia pingsan tak sadarkan diri.

Bento mengalami patah kaki ketika dia turun dari bis kota yang belum sempat di rem dengan kaki kanan dahulu dan bertepatan dengan motor yang sedang melaju kencang di samping bis.

Mona mengalami patah di bagian pinggang ketika dia mengambil box makanan yang berada di urutan paling bawah di sebuah hypermarket. Susunan kardus-kardus makanan diperkirakan setinggi 3 meter. Ketika Mona berhasil mengeluarkan box yang paling bawah, segera box-box yang berat tersebut berjatuhan menimpanya.

Indah berhasil mematahkan satu jari tangannya ketika dia bermain boling dengan memilih bola boling yang paling kecil yang ukuran lubang untuk jarinya teramat sempit. Ketika dia melempar bola boling tersebut, bola itu sama sekali tidak terlepas dari tangannya. Terdengar bunyi klek yang cukup memilukan ketika itu.

Begitulah pekerjaan yang digeluti oleh keluarga Sukarto sehari-hari. Mereka hidup bahagia dalam penderitaan. Kalimat yang cukup aneh memang. Akan tetapi kalimat tersebut bukanlah kiasan, melainkan betul-betul keluarga Sukarto bahagia dengan cara menciptakan derita atas tubuh mereka.

Sepandai-pandai tupai melompat akan jatuh juga. Begitulah kata pepatah. Suatu hari keluarga Sukarto mendapatkan kunjungan tak terduga. Kunjungan seorang agen khusus yang bertugas menyelidiki keanehan-keanehan yang terjadi pada rekening asuransi orang-orang yang mendapatkan kucuran dana asuransi.

“ Saya tau anda sekeluarga melakukan penipuan asuransi.” Kata agen tersebut dengan dingin.

“ Ini surat panggilan ke pengadilan. Jangan coba-coba kabur, karena percuma.” Agen tersebut melanjutkan dan memberikan sepucuk surat pada Bento. Setelah memberikan surat, agen tersebut pergi dari rumah keluarga Sukarto.

Keluarga Sukarto panic bukan main. Akan tetapi bukan keluarga Sukarto namanya kalau menyerah begitu saja. Mereka segera menyusun rencana. Rencana yang sebenarnya cukup gila. Akan tetapi bila melihat pikiran keluarga Sukarto tentu saja sudah tidak ada lagi yang bisa disebut gila, karena semua pemikiran mereka dapat dikatakan gila.

Rencana itu adalah menjebak agen tersebut agar menikahi Indah.

“ Huhuhu gak mau pi…masa’ Indah musti dikawin paksa. Huhuhu…gak mau pi…” Indah memohon dalam tangisan.

Indah. Kamu tau kan kalo itu cara yang terbaik. Enggak ada cara lain lagi. Kalo kamu gak mau, kita semua masuk penjara.” Terang sang ayah dengan bijaksana.

Tentu saja pada akhirnya Indah menuruti kemauan ayahnya. Pemikiran bahwa sang agen harus mengawini putrinya tentu saja karena tidak mungkin bila sudah menjadi keluarga maka dia tetap akan menyeret mertua, saudara ipar dan tentunya istrinya sendiri ke meja hijau untuk diadili.

Langkah berikutnya tentu saja memikirkan bagaimana menarik sang agen agar mau menikahi Indah. Tentunya dengan jebakan. Entah bagaimana, keluarga Sukarto berhasil menjebak sang agen datang ke rumah mereka. Ketika berada di rumah keluarga Sukarto, ternyata hanya ada Indah seorang diri. Selanjutnya Indah beraksi agar sang agen -yang mereka ketahui adalah orang yang alim- agar mau mendekap tubuh Indah. Pada saat itu Indah yang baru selesai mandi pura-pura terjatuh. Atas permintaan Indah (pemaksaan lebih tepatnya), sang agen mau mengurut tubuh molek Indah.

Tentu saja ketika sang agen mengurut tubuh Indah yang hanya mengenakan handuk, keluarga Sukarto yang lain dengan ajaib tiba-tiba muncul dan menangkap basah sang agen yang sedang asyik bermesraan dengan putri keluarga Sukarto. Dengan dalih harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya dan juga dengan ancaman akan dituduhkan mencoba memerkosa putri mereka, sang agen tunduk pada tuntutan keluarga Sukarto untuk mengawini putri mereka. Walhasil, pernikahan antara sang agen yang bernama Rhoma dan Indah berlangsung dengan cepat dan tanpa gembar-gembor sedikitpun. Selamatlah keluarga Sukarto.

Tanpa dinyana sebelumnya, ternyata pernikahan tersebut dijalani kedua pasangan dengan bahagia. Indah dan Rhoma saling jatuh cinta!

Rencana keluarga Sukarto ternyata berjalan bahkan lebih baik dari yang diperkirakan. Rhoma pada akhirnya menjadi kaki tangan keluarga Sukarto. Akan tetapi pada suatu hari Rhoma berpikir bahwa perbuatan menipu asuransi ini harus berhenti sebelum benar-benar tertangkap. Bento menolak usulan Rhoma. Bento beralasan tidak satupun keluarga Sukarto memiliki pekerjaan, bahkan lebih jauh lagi Bento mengatakan bahwa Rhoma sebentar lagi memasuki masa pensiun, sehingga darimana dia akan menafkahi Indah?

Rhoma kemudian memikirkan solusi lain.

Berarti harus pake asuransi jiwa.” Katanya singkat pada keluarga Sukarto.

“ Asuransi jiwa?” Bento bertanya.

“ Iya. Rajanya asuransi. Kalo tembus bisa sampe miliaran dapetnya.”jelas Rhoma lagi.

Keluarga Sukarto terbelalak mendengarnya. Kemudian mereka melompat kegirangan. Mereka tidak terlalu lama girang.

“ Tapi kan? Berarti harus ada yang meninggal dulu?” Bento baru menyadari.

“ Enggak perlu kita yang meninggal.” Kata Rhoma lagi.

“ Papi sama Mami punya saudara jauh enggak? Yang yatim piatu. Yang bener-bener gak pernah diperhatiin sedikitpun. Bisa dibilang, orang enggak akan ada yang nyadar kalo dia bahkan hilang entah kemana.” Rhoma menutup penjelasannya.

Keluarga Sukarto segera bergerak mencari apakah mereka memiliki famili yang sesuai dengan kriteria yang dijelaskan Rhoma. Ternyata mereka menemukannya.

Nama anak itu adalah Delon. Keluarga Sukarto mengajak Delon untuk tinggal bersama mereka. Walau sempat dibuat bingung pada awalnya, tentu saja Delon menerima tawaran dengan senang hati. Keluarga Sukarto segera membuatkan asuransi untuk Delon.

Selama beberapa bulan Delon tinggal bersama keluarga Sukarto. Ternyata tingkah anak itu sungguh menyebalkan. Yang membuat keluarga itu berpikir pantas saja anak ini sebatang kara. Bahkan keluarga Sukarto juga sampai berpikir apa jangan-jangan kedua orang tuanya bunuh diri karena tidak tahan akan kelakuan anaknya.

Delon adalah seorang pemuda dengan usia 27 tahun. Pekerjaannya tidak pernah tetap. Akan tetapi akhirnya Delon ketahuan mendapatkan uang dengan cara mencopet. Sasarannya biasanya adalah nenek-nenek dan anak SD.

Belum lagi tingkah lakunya di rumah. Delon ternyata tidak memiliki rasa hormat sama sekali terhadap keluarga Sukarto. Seenaknya dia meminjam celana Bento. Tidur siang di kamar Indah dan Rhoma. Dan berbagai hal aneh yang sangat menyebalkan.

Puncaknya terjadi ketika dia meminta Indah untuk mandi bersama. Seketika saja kesabaran Rhoma habis. Dia berniat membunuh Delon. Dia berhasil dicegah.

Memang rencana awal keluarga Sukarto dapat dikatakan sangat kejam. Karena keluarga Sukarto berniat untuk membunuh Delon dan mendapat uang asuransi dari kematiannya. Tetapi entah kenapa mereka akhirnya tidak sampai hati melakukannya.

Delonpun direncanakan untuk diusir dari rumah itu. akan tetapi Delon tidak mau dan mengancam akan membunuh mereka semua. Akhirnya Delon dibiarkan tinggal di rumah itu.

Keluarga Sukarto mendapatkan keberuntungan lagi. Beberapa hari setelah Delon menolak keluar dari rumah mereka, Delon meninggal dunia!

Si malang Delon terpeleset di kamar mandi dan terjatuh membentur kepalanya hingga menyebabkan kematian. Keluarga Sukarto bersuka-cita karenanya. Tanpa di duga mereka tidak perlu membunuh Delon dengan tangan mereka sendiri. Setidaknya itulah fakta yang ditarik oleh polisi. Bahwa Delon mati karena kesalahannya sendiri yang terpeleset di kamar mandi. Atau mungkinkah ada yang membuatnya seolah-olah terpeleset hingga terlihat seperti kecelakaan?

Akan tetapi pada keluarga Sukarto tidak terlihat bahwa mereka memang membunuh Delon. Seluruh keluarga Sukarto terlihat benar-benar seperti tidak habis pikir bahwa Delon mati terpeleset di kamar mandi. Semua keluarga Sukarto tentu saja walau menerima kematian Delon dengan sukacita tetap menimbulkan wajah shock pada muka mereka. Semua keluarga Sukarto kecuali satu orang.

Pada malam harinya, ketika mereka sedang mengadakan pesta kecil di rumah, orang yang satu itu mengajukan ide pada keluarga Sukarto.

“ Mendingan kita ngerayain ini semua ke Villa di Puncak aja. Villanya yang sepi tapi. Jauh dari keramaian. Abis kan kita udah dibuat pusing selama beberapa bulan gara-gara Delon ini. Gimana, setuju enggak?” kata Taufik Hidayat mengajukan idenya.

“ Iya..iya. bener tuh. Yuk, besok aja kita langsung pergi ke Puncak cari Villa. Hm yang sepi ya? Iya bener juga ya, enak yang sepi-sepi, biar kita relax..” Jawab sang ayah dengan antusias.

Keluarga Sukarto yang lain juga menyetujui ide bagus dari Taufik Hidayat tersebut.

“ Iya. Yang sepi…” tergulir senyum dingin di bibir Taufik Hidayat.

Di adaptasi dari film Korea berjudul sama : Just Do It.

No comments: